Kamis, 07 Maret 2019

Aku dan Kebahagiaan

Selama ini gue merasa gue ga pernah bahagia. Gue merasa ditolak dihina diinjak dicaci ga pernah dianggap. Oke tolong jangan menghakimi dulu, karena itu menurut gue. Tapi hari ini di dalam angkot ijo sesak ini gue menyadari suatu hal yang harusny udah gue sadari sejak dulu kala. Bahwa tidak seharusnya gue hidup atas pandangan orang lain.
3 orang wanita masuk ke dalam angkot yang telah hampir sesak ini. Terlihat sedikit kikuk karena tak pernah naik angkot, mungkin. Dua diantaranya duduk di sebrangku, mengobrol bercanda dan membahas banyak hal. Engga, gye ga nguping cuman denger aja.
Lalu aku yang memang suka memperhatikan orang tak sengaja melihat wajahnya. Aku tidak jatuh cinta, melainkan memperhatikan wajahnya dengan seksama dan melihat apa yang ada di wajahnya. Terlintaslah pikiran laknat itu dalam otakku
"Hmm itu wajahnya banyak flegnya ... hmm wajah gue juga kayak gitu sih, tapi kayaknya wajah gue lebih baikan deh... coba ada si kaka disini, gue mau nanya deh.. 'wajah gue kayak gitu gak? Bagusan mana wajah gue sama dia' "
Seketika gue pun miris terhadap otak gue sendiri. Gue pun mulai merenungkan kenapa ada pikiran itu di otak indah ini. Astagaa sepertinya gue emang segoblok itu untuk berpikir demikian. Sepanjang perjalanan akupun berpikir "lalu kamu akan dapat apa kalau kamu sudah mendapatkan jawabannya, kalo jawabannya wajah gue lebih bagus, trus gue seneng? Terus faedahnya apa? Lu mendapatkan kebahagiaan?" Dan gue pun berpikir, sesempit itukah kebahagiaan definisi gue sampe kebahagiaan lain pub ga pernah mampir ke gue. Eits jangan ilfil dulu sama gue, lanjutin ke bawah duluu baru lo boleh judging gue sesuka hati.
Otak gue pun terus berpikir seraya hati gue mulai merasakan sakit. Sakit, sedih karena gue tau ternyata gue emang sepicik itu. Ooemjii... gue harus apa. Itu yang pertama keluar di otak gue. Tapi gue bukan orang gampang menyerah hahaha. Pandangan kayak gitu ga serta merta bikin gue kicep, justru gue pun berpikir lagi bahwa gue harus ngilangin pikiran kayak gitu dan mulai ga usah mikirin tentang orang lain. 
Gue pun jadi membawa diri ke bagian diri gue di masa lalu sampai masa sekarang. Posisi masih di dalem angkot. 
Waktu gue kecil, gue ikut belajar, ikut banyak lomba, menangin banyak lomba, selalu jadi juara kelas sampe lulus, apa pernah gue bahagia karena itu. Semua gue lakuin cuman biar orang tua gue tau kalo gue bisa bahagiain mereka. Tapi, mereka selalu bandingin gue dengan sahabat gue, which was rankingnya ada di bawah gue hahahaa. Gue pun merasa mereka engga bahagia, jadi gue belajar-belajar dan belajar sampek capek, buat apa? biar tetep jadi pemenang dan dianggep terbaik sama mereka. 
Terus gue mulai gede dikit, hal yang sama juga terjadi, tapi gue udah engga terlalu ngikutin apa kata ortu gue, buat gue yang penting gue keliatan pinter di mata semua orang. Diliat baik, paling nurut pokonya semua yang orang bilang sifat baik harus ada dalam diri gue. That was me. Teruuuss kayak gitu sampe gue ada di titik terbawah gue, dimana gue merasa gagal. Kenapa gue merasa gagal?
Karena gue mengalami suatu kejadian yang gak akan pernah bisa gue hapus dari sejarah hidup gue. Dan kejadian itu adalah suatu kejadian yang gak masuk dalam daftar sifat baik dari pandangan gue. Then what happen? Gue Depress. Tapi justru di titik itulah, gue jadi banyak berpikir, bercermin dan mulai menggali dan mengenali diri gue sendiri. Sampai di saat ini, akhirnya sedikit demi sedikit gue mulai bisa menerima diri gue. Gue pun belajar bahwa bahagia itu bukan dari perkataan orang lain, tapi dari diri sendiri. Kejadian di angkot itu bikin gue malu sama diri gue sendiri. Udah jelas pernah ngalamin sakit terlalu dalam tapi masih aja ngarepin orang lain. 
So, gue mantepin hati gue lagi dan mencoba sebaik mungkin buat nggak jadi judgemental dan menerima diri sendiri. Karena menerima diri sendiri itu menurut gue adalah kebahagiaan terindah yang seorang manusia pernah dapetin. Menerima diri sendiri artinya, gue ga akan jadi orang lain dan gak mencoba jalan di atas roda orang lain, karena punya diri sendiri aja gue udah bersyukur. 
Jadi intinya brace yourself to face the real you, then the happiness will touch you in its own beautiful way you never expect it to be. And at the end of the day, you are just who you are no matter what people says.

Thank you guys, readers. I wish you a very yuppy happy life. Mirip judul bukunya mba Ika Natassa yaa... hehe, emang iya, karena gue fans nya. Cunghand yang fans nya mba ika juga!! hehehhe. See you again later!!


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

When The Rainbow Becomes Grayish

 I dedicated this to myself who has always been flourishing to survive in every condition.  It all started in 2017 when this girl almost gra...