Minggu, 12 April 2020

IS IT WOUNDED???

Haloooo.... 

Wow, aku produktif sekali ya bulan ini, hehe...
On this common day, gue mau ceritain salah satu pengalaman gue yang agak sedikit nyeleneh, engga sih, biasa aja hehe tapi emang nggak semua orang pernah ngalamin ini. This was happening di 2017, but somewhat gue masih jalanin sampai sekarang. 

So, I remember that satu tahun yang lalu di salah satu postingan gue,  gue pernah nyebut tentang seeing a psychologist. Here I would like to try telling you about this experience. Pengalaman ini buat gue sangat personal, tapi gue sincerely want to share it to you. 
Enjoy the story!!

Semua berawal di tahun 2017

2017 itu semacam blessing dan curse for my life journey. I still remember that I was so happy di pembukaan tahun itu karena gue merasa kehidupan gue mulai stabil. Gue mulai merasa bisa handling emotional state dan sedikit demi sedikit touching the happiness, everything were falling into places gitu pokonya. It was the year gue nggak ngelewatin Sherlock Holmes Season 4 hahhaa. I was streamed it langsung di BBC-nya. A bit crazy of me, di saat temen-temen gue sibuk sama proposal penelitiannya, penelitian dan bahkan nulis skripsinya, gue malah seneng-seneng nonton Sherlock. Hahaha. Tapi gue gak peduli, dan yang pasti I felt like it was all complete hahaa. Tapi emang saat itu, penelitian gue tinggal jalan aja, so there was nothing to worry about except my other life plans hehe

Enggak lama dari itu, satu dua hal yang semakin bikin gue happier thinking that life was gone well terjadi. I felt like I was at my best moment setelah di seluruh kehidupan gue gue habisin buat mikirin kehidupan orang lain. I wasn't living for myself back then (for this case I am not ready to tell). Long short, after a while with that happiness, my life started to fall down. I was bullied (menurut gue), something bad happened to me at that time pokonya.  What was shocking to me at that time is the person who did that traumatic event was my friend. The friend that I value a lot. Kalau dipikir-pikir, selama ini orang yang seringnya ngampirin unexpected events itu ya temen sendiri hahaha. 

That so called a friend of mine did something that I never expected to me. Kalaupun dilihat dari norma kehidupan, yang dia lakuin juga udah diluar norma itu dan mungkin lebih kepada nggak bermoral. To make it short, let's just call it betrayal hahaha just to make it simple, dude. I prefer that word haha. Shortly, that immoral 'betrayal' triggered lots of stuff that had been successfully pressed deeply inside me. Hal ini, bikin gue sukses merasa gagal jadi seorang cewek. Why? Karena gue selalu berpegang sama pride gue haha. Yass, I'm a prideful girl yang terlalu kaku ngejalanin kehidupan. I'm just simply principal haha. Udah enggak sekaku itu sekarang, tapi kalo principal masih ada hehee, jangan jauhin gue ya abis baca ini (ehh gapapa deh, itu semua kan piliihan kalian, itu hak kalian kok).

lanjooott..

Jadi karena kejadian itu ngebekas banget sampe aku nggak bisa tidur dan kadang terlalu sering tidur. Why? biar nggak kepikiran. Setiap hari yang kelihat di depan mata gue cuma flashback-flashback kejadian itu yang kadang bikin gue pengen muntah ahaha. Gue gak ngerasa laper, jadi pelupa, dan yang pasti udah nggak ada hasrat buat hidup. I was practically a death soul yang masih idup physically hahahhaa. Sounds pathetic, right? Long story short, karena banyak temen-temen yang semangatin gue, dan penulisan skripsi yang melambai-lambai, dosbing yang sudah mulai naik pitam karena anak bimbingnya nggak nemu-nemuin dia 3 bulan setelah pulang dari lapangan hahahhaa, yess I did menghilang selama itu hehe, akhirnya gue mulai hari-hari gue lagi sekuat tenaga. 

Tapi efeknya, gue sensitiv paraah. Kalau ada perkataan orang yang sebenernya biasa aja, tapi karena otak gue yang wandering around uncontrolly, gue bisa stress saat itu juga, dan cuman bisa nangis. I did not know whom to tell, or how to ease the pain gitu deeh. Sampai puncaknya setelah lebaran, I was alone di kosan, karena temen kosan belum pada balik kosan, sedangkan gue harus segera balik kosan karena udah mau sidang. Yaps, despite of those haunting memories, gue akhirnya bisa lulus juga hahaha. Pas lagi sepi-sepinya itu, serangannya balik lagi, lebih hebat dari sebelumnya. I could do nothing sampai akhirnya dengan sangat sadar I took the knife from the kitchen dan bawa ke kamar. What funny was, kalo gue inget I was like a psycho hahaha karena awalnya kayak cuman ngeliatin pisaunya doang, like it was a strange thing to me. Terus masih dengan pikiran yang gak tau arah, gue mulai taroh pisaunya di tangan gue siap buat nyayat. Tapi pada saat yang sama, gue nyadar akan satu hal, gue butuh dimengerti, perhatian, dan guided. Terus gue malu sama diri gue sendiri, what was on my mind?


"Kalau gue ngelakuin ini cuma buat dapetin perhatian, emang perhatian dari siapa yang bakal gue dapetin? gak ada orang di rumah. No one will see you. Orang bakal nemuin elu ketika elu udah membusuk mati karena kehabisan darah. Is that what you really want?"


Itulah pikiran yang tiba-tiba muncul di otak gue hahaha. Nah, karena kejadian inilah, gue mutusin buat cari bantuan, gue ke temu psikolog buat dapet advice, karena hal ini udah nggak hanya berkaitan dengan spiritual tapi kondisi klinis. Pergi ke psikolog sebenernya nggak nyelesain masalah secara langsung. Karena kalau menurut gue psikolog itu another support dan kalau nggak ada niatan dari diri kita buat sembuh ya mau diapain juga nggak akan ada yang berubah hehe. Sekali ketemu psikolog, dia nggak akan judge kita aneh-aneh ataupun ngasi diagnose kitanya. Yang pasti bisa kita dapetin adalah, seorang psikolog akan bantu buat ngarahin orang kayak gue untuk ngebongkar permasalahan gue jadi gue bisa tau root problem-nya. 


Untuk konsultasi psikolog, gue nggak cuman sekali hehe, sampai sekarang-pun gue masih konsul haha. Karena kalau di gue, feeling down yang berujung pada suicidal thought or attempt ini udah kayak cycle. Jadi setelah merasa aman nyaman, it will come back begitu. I still don't know why. Yang pasti gue mencoba sebaik mungkin dan sebisa gue untuk cope up dengan ini. Mulai dari konsul psikolog, baca buku tentang depresi, anxiety dan kadang jurnal tentang ini juga. Sehingga gue bisa tau dan familiar dengan apa yang gue rasain. Jadi aku bisa tau cara yang tepat buat diri gue menyikapi ini ketika dia kembali. Kayak sedia payung sebelum hujan gitu yaah hahahha.
 


I am fine now, totally fine. Gue belajar untuk menerima. Banyak hal dari pengalaman gue itu yang membuat gue berpikir tentang manusia, gue sebagai manusia, memanusiakan manusia dan cara menyikapi banyak hal. Gue seneng jadi diri gue yang punya pengalaman seperti itu. I feel unique karena mungkin enggak semua orang pernah ngalamin hal itu. I am feeling blessed. Totally blessed. 


Jadi, itu sedikit pengalaman gue tentang kenapa harus ketemu psikolog dan apa yang terjadi di tahun itu hehe. Semoga pengalaman gue bisa jadi good thing for you dan maaf tulisannya ngga rapi hehehhehee. 


So, all of the happy readers, please feel free to ask me any questions. I wrote this not to offend any party. Have a good day, everyone!!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

When The Rainbow Becomes Grayish

 I dedicated this to myself who has always been flourishing to survive in every condition.  It all started in 2017 when this girl almost gra...